Tuesday 3 February 2015

Faktor-faktor yang mempengaruhi gizi buruk pada balita di Desa Karangrejo Lor, Kecamatan Jakenan, Kabupaten Pati (Epidemiologi Gizi Buruk)




ABSTRAK

Penelitian mengenai faktor- faktor yang mempengaruhi gizi buruk pada balita di Desa Karangrejo Lor Kec. Jakenan Kab. Pati.

Gizi buruk pada anak sampai saat ini masih menjadi masalah di Indonesia. Diketahui sampai tahun 2011 ada sekitar 1 juta anak di Indonesia yang mengalami gizi buruk. Hingga kini Indonesia masuk dalam lima besar untuk kasus gizi buruk.  Gizi buruk adalah keadaan kekurangan energy dan protein tingkat berat akibat kurang mengkonsumsi makanan yang bergizi dan menderita sakit dalam waktu lama. Gizi buruk akan mempengaruhi banyak organ dan system organ yang akan merusak sistem pertahanan tubuh terhadap mikroorganisme maupun pertahanan mekanik. Serta dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan mental serta penurunan IQ.

Di Kecamatan Jakenan tepatnya di Desa Karangrejo Lor terdapat 6 kasus gizi buruk pada balita. Dari data diatas dapat diketahui bahwa masih banyak kasus gizi buruk di Desa Karangrejo Lor. Untuk mencegah terjadinya gizi buruk semakin bertambah maka perlu diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya gizi buruk.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebaran kejadian penyakit gizi buruk pada balita, untuk mengetahui pengetahuan masyarakat dengan kejadian gizi buruk pada balita, untuk mengetahui perilaku masyarakat yang mempengaruhi kejadian gizi buruk, untuk mengetahui penyakit yang mempengaruhi kejadian gizi buruk, dan untuk mengetahui kondisi ekonomi yang mempengaruhi kejadian gizi buruk di Desa Karangrejo Lor Kecamatan Jakenan Kabupaten Pati.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu dan tempat tidak berpengaruh terhadap kejadian gizi buruk karena gizi buruk dapat terjadi kapan saja dan dimana saja. Gizi buruk di pengaruhi oleh karakteristik seseorang. Selain itu, gizi buruk juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor pengetahuan, perilaku, penyakit, dan ekonomi.

Dari hasil survey pada tanggal 14-18 Oktober 2014 yang telah dilakukan rata-rata responden memiliki pengetahuan, perilaku, dan kondisi baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian menunjukkan bahwa 65% responden memiliki pengetahuan yang baik, 60% responden memiliki perilaku yang baik juga, dan 75% berada pada kondisi baik. Sedangkan dari segi ekonomi, rata-rata responden berada pada tingkat ekonomi yang sedang. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian menunjukkan bahwa 75% responden berada pada tingkat ekonomi sedang.
Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari sering terlihat keluarga yang sungguh berpenghasilan cukup akan tetapi makanan yang dihidangkan seadanya saja. Dengan demikian, kejadian gangguan gizi tidak hanya ditemukan pada keluarga yang berpenghasilan kurang akan tetapi juga pada keluarga yang berpenghasilan relatif baik (cukup). Keadaan ini menunjukkan bahwa ketidaktahuan akan faedah makanan bagi kesehatan tubuh mempunyai sebab buruknya mutu gizi makanan kelurga, khusunya makanan anak balita. Dari uraian tersebut, maka pengetahuan orang tua tentang gizi akan berpengaruh terhadap gizi pada balita.
Perilaku orang tua berhubungan dengan pola asuh terhadap anaknya. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Bibi (2001) dalam Made Amin et al. (2004) bahwa dengan adanya pola asuh yang baik utamanya asuhan gizi maka status gizi akan semakin baik terutama perilaku orangtua dalam pengaturan dan penyajian makanan. Dari uraian diatas, maka perilaku orang tua terutama ibu yang memperhatikan anaknya (tidak acuh tak acuh) akan berpengaruh terhadap status gizi anak. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa perilaku orang tua berpengaruh terhadap kejadian gizi buruk pada balita.
Gizi buruk dapat berpengaruh kepada pertumbuhan dan perkembangan anak, juga kecerdasan anak. Pada tingkat yang lebih parah, jika dikombinasikan dengan perawatan yang buruk, sanitasi yang buruk, dan munculnya penyakit lain, gizi buruk dapat menyebabkan kematian. Penyakit-penyakit umum yang memperburuk keadaan gizi adalah diare, infeksi saluran pernapasan atas, tuberculosis, campak, batuk rejan, malaria kronis, cacingan. (Dr. Harsono:1999).
Penyakit dapat menyebabkan anak tidak merasa lapar dan tidak mau makan. Penyakit ini juga menghabiskan sejumlah protein dan kalori yang seharusnya dipakai untuk pertumbuhan. Diare dan muntah dapat menghalangi penyerapan makanan. Jika hal ini dibiarkan terus-menerus, maka penyakit akan membuat balita kekurangan gizi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penyakit berpengaruh terhadap kejadian gizi buruk pada balita.
Pendapatan akan menentukan daya beli terhadap pangan dan fasilitas lain (pendidikan, perumahan, kesehatan) yang dapat mempengaruhi status gizi. Hal itu karena tingkat pendapatan merupakan faktor yang menentukan kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi. Sejak lama telah disepakati bahwa pendapatan merupakan hal utama yang berpengaruh terhadap kualitas menu.  Maka dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa antara pendapatan dan gizi, jelas ada hubungan yang menguntungkan.
Gizi buruk dapat berpengaruh kepada pertumbuhan dan perkembangan anak, juga kecerdasan anak. Pada tingkat yang lebih parah, jika dikombinasikan dengan perawatan yang buruk, sanitasi yang buruk, dan munculnya penyakit lain, gizi buruk dapat menyebabkan kematian. Untuk mencegah gizi buruk pada balita, orang tua sebaiknya melakukan hal-hal seperti rajin menimbang dan mengukur tinggi anak dengan mengikuti program posyandu, anak diberi makanan yang bervariasi, dan seimbang, membuat pengaturan menu dan variasi bentuk, pengolahan dan penyajian makanan agar anak tidak merasa bosan, serta jika anak dirawat di rumah sakit karena gizinya buruk, bisa ditanyakan kepada petugas pola dan jenis makanan yang harus diberikan setelah pulang dari rumah sakit.

 



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pada tahun 2005 ditemukan 1,8 juta balita dengan status gizi buruk, dan dalam waktu yang sangat singkat menjadi 2,3 juta di tahun 2006. Sekitar 37,3 juta penduduk hidup dibawah garis kemiskinan, separo dari total rumah tangga mengkonsumsi kurang dari kebutuhan sehari-hari, 5 juta balita berstatus gizi kurang, dan lebih dari 100 juta penduduk berisiko terhadap berbagai masalah kurang gizi (Hadi, 2005).
Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2007 diketahui bahwa prevalensi nasional berat kurang (underweight) pada balita adalah 18,4%. Dalam hasil Riskesdas tersebut juga diketahui bahwa dari sekitar 25 juta balita di Indonesia terdapat 4,6 juta balita gizi kurang dan 1,4 juta (5,4%) diantaranya mengalami gizi buruk. Adapun secara nasional berdasarkan riskesdas tahun 2010 prevalensi berat kurang (underweight) adalah 17,9 % yang terdiri dari 4,9 % gizi buruk dan 13,0 % gizi kurang. Jika dibandingkan dengan angka prevalensi nasional tahun 2007 (18,4 %) sudah terlihat terdapat penurunan permasalahan gizi.
Gizi buruk pada anak sampai saat ini masih menjadi masalah di Indonesia. Diketahui sampai tahun 2011 ada sekitar 1 juta anak di Indonesia yang mengalami gizi buruk. Hingga kini Indonesia masuk dalam lima besar untuk kasus gizi buruk.  Gizi buruk adalah keadaan kekurangan energy dan protein tingkat berat akibat kurang mengkonsumsi makanan yang bergizi dan atau menderita sakit dalam waktu lama.
Menurut Menkes (2002) Klasifikasi Status Gizi Anak Balita dapat dilihat pada tabel berikut ini :



Tabel 1.1 Klasifikasi Status Gizi Anak Balita
Indeks
Status Gizi
Ambang Batas
Berat Badan Menurut Umur (BB/U)
Gizi Lebih
>+2SD
Gizi Baik
>-2SD sampai +2SD
Gizi Kurang
< -2 SD sampai  -3 SD
Gizi Buruk
< -3 SD

Masa balita merupakan periode usia manusia setelah bayi sebelum anak awal, yaitu usia dua sampai lima tahun. Pada masa ini seorang anak sedang lucu-lucunya dan terjadi perubahan siklus dalam hidupnya seperti ia sudah dapat membaca keadaan, banyak bertanya sesuatu yang tidak ia ketahui, belajar berhitung, bermain dan mulai mengenali teman-temannya alias bersosialisasi, mengetahui benda, mengeja, berbicara lancar.
Gizi buruk akan mempengaruhi banyak organ dan system organ yang akan merusak sistem pertahanan tubuh terhadap mikroorganisme maupun pertahanan mekanik. Serta dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan mental serta penurunan IQ. Penurunan fungsi otak berpengaruh terhadap kemampuan belajar, kemampuan anak berinteraksi dengan lingkungan dan perubahan kepribadian anak.
Di Kecamatan Jakenan tepatnya di Desa Karangrejo Lor terdapat 6 kasus gizi buruk pada balita. Berikut ini adalah data balita penderita gizi buruk di Desa Karangrejo Lor:
Tabel 1.2 Kejadian Gizi Buruk
No.
Nama
Umur
BB
Status Gizi
1.       
An. T
51 bln
10,6 kg
<-3SD
2.       
An. Z
52 bln
10,75 kg
<-3SD
3.       
An. F
52 bln
10,5 kg
<-3SD
4.       
An. AF
28 bln
8,1 kg
<-3SD
5.       
An. Y
46 bln
10,4 kg
<-3SD
6.       
An. AN
35 bln
8,7 kg
<-3SD

Survey awal yang dilakukan di desa Karangrejo Lor Kecamatan Jakenan Kabupaten Pati terdapat 6 balita yang mengalami gizi buruk. Faktor penyebab gizi buruk yaitu pengetahuan, ekonomi, penyakit, dan perilaku.
Faktor pelayanan kesehatan tidak berpengaruh terhadap kejadian gizi buruk pada balita di desa Karangrejo Lor karena di desa tersebut sudahdiadakan penyuluhan dari tenaga kesehatan, selain itu setiap tanggal 14 selalu diadakan kegiatan posyandu. Juga di desa tersebut terdapat poliklinik dan ada bidan desa dan kader-kadernya yang aktif. Orang tua dari para balita yang mengalami gizi buruk juga sering memeriksakan anaknya ke dokter dan ke dokter spesialis anak saat anaknya sakit.
Faktor pengetahuan cukup berpengaruh terhadap kejadian gizi buruk di desa Karangrejo Lor karena para orang tua meskipun sudah diberi informasi tentang gizi pada balita namun para orang tua tersebut kurang begitu memahami tentang makanan yang bergizi pada balita.
Sebagian besar gizi buruk disebabkan faktor ekonomi yang rendah. Di desa tersebut beberapa orang tua dari balita penderita gizi buruk berasal dari keluarga yang kurang mampu dan keluarga yang biasa-biasa saja. Padahal penghasilan keluarga turut menentukan mutu makanan yang disajikan. Tidak dapat dipungkiri bahwa pendapatan keluarga akan turut menentukan hidangan yang disajikan untuk keluarga sehari-hari, baik kualitas maupun jumlah makanan. Beberapa orang tua dari penderita gizi buruk hanya bekerja sebagai tukang batu dan petani dan penghasilannya tidak tentu.
Disamping kondisi ekonomi masyarakatnya yang rendah, penyakit juga turut mempengaruhi terjadinya gizi buruk pada balita di desa Karangrejo Lor. Seperti yang dialami An.F, saat kecil tali pusatnya membusuk dan sekarang hingga umurnya 4,5 tahun, ia tidak dapat berjalan dan tidak dapat berbicara. Selain itu salah satu balita yang lain yaitu An.Y saat kecil mengalami BBLR, berat badannya hanya 2300 gram. Dan balita yang satunya lagi yaitu An.AF saat masih kecil sering sakit-sakitan dan tidak mau makan. Saat umurnya 9 bulan pernah dirawat dirumah sakit karena kepalanya sering panas tapi badannya dingin. Serta balita yang lainnya juga ada yang sering mengalami diare.
Jika dilihat dari faktor perilaku di desa karangrejo Lor, orang tua tidak mempunyai pengaturan menu untuk makan sehari-hari sehingga anak mudah bosan. Padahal anak-anak mereka rewel dan sulit jika dibujuk untuk makan bahkan orang tua sampai memberi berbagai suplemen makanan tapi anak mereka tetap tidak mau makan dan pada akhirnya orang tua membiarkan anaknya tidak makan jika anaknya tidak mau makan meskipun sudah dibujuk. Selain itu, dalam makanan yang dibuat juga tidak ada kombinasi warna dan tidak ada variasi potongan dalam makanan yang dibuat. Serta dalam penyajian makanan tidak menggunakan alat makan yang menarik dan disukai anak. Perilaku orang tua yang membiarkan anaknya tidak makan jika sudah dibujuk tetapi tetap tidak mau serta tidak adanya pengaturan menu serta tidak adanya variasi warna dan potongan makanan akan membuat anak jarang makan karena malas dan jika hal ini dibiarkan akan membuat gizi anak kurang tercukupi.
Sedangkan jika dilihat dari segi lingkungan, di desa Karangrejo Lor meskipun tanahnyatandus karena sedang musim kemarau tapi tetap ditanami tanaman palawija dan masyarakatnya juga sudah ada yang memanfaatkan pekarangannya untuk menanam sayuran dan TOGA. Sehingga lingkungan tidak begitu berpengaruh terhadap kejadian gizi buruk.
Dari data diatas dapat diketahui bahwa masih banyak kasus gizi buruk di Desa Karangrejo Lor. Untuk mencegah terjadinya gizi buruk semakin bertambah maka perlu diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya gizi buruk. Oleh karena itu, kami melakukan survey untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi gizi buruk pada balita di Desa Karangrejo Lor Kecamatan Jakenan Kabupaten Pati.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas dapat dirumuskan suatu permasalahan, tentang “Faktor pengetahuan, perilaku, penyakit dan ekonomi yang dapat mempengaruhi gizi buruk pada balita di Desa Karangrejo Lor Kecamatan Jakenan Kabupaten Pati”.

C.    Tujuan
1.      Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian gizi buruk pada balita di Desa Karangrejo Lor Kecamatan Jakenan Kabupaten Pati.
2.      Tujuan Khusus
a.       Untuk mengetahui sebaran kejadian penyakit gizi buruk pada balita di Desa Karangrejo Lor Kec. Jakenan Kab.Pati.
b.      Untuk mengetahui pengetahuan masyarakat dengan kejadian gizi buruk pada balita di Desa Karangrejo Lor Kec. Jakenan Kab. Pati.
c.       Untuk mengetahui perilakumasyarakat yang mempengaruhi kejadian gizi buruk di Desa Karangrejo Lor Kec. Jakenan Kab. Pati.
d.      Untuk mengetahui penyakit yang mempengaruhi kejadian gizi buruk di Desa Karangrejo Lor Kec. Jakenan Kab. Pati.
e.       Untuk mengetahui kondisi ekonomi yang mempengaruhi kejadian gizi buruk di Desa Karangrejo Lor Kec. Jakenan Kab. Pati.

D.    Manfaat penelitian
1.      Bagi Nakes
Penelitian ini dapat membantu menganalisa mengenai gizi di tiap tahap tumbuh kembang.
2.      Bagi Penulis
Menerapkan ilmu yang telah di dapat dan turut membantu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
3.      Bagi orang tua
Menambah pengetahuan orang tua tentang makanan yang bergizi untuk anak balitanya.

4.      Bagi Masyarakat
Membantu masyarakat dalam upaya mencegah bertambahnya penderita gizi buruk.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Landasan Teori
a.      Definisi Gizi Buruk
Gizi (Nutrition) adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara  normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpangan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi. (Deswarni Idrus:1990)
Berdasarkan pendapat salah seorang dokter spesialis di Rumah Sakit Pasar Rebo, dr. Subagyo, Sp.P., gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi, atau nutrisinya di bawah standar rata-rata. Status gizi buruk dibagi menjadi tiga bagian, yakni gizi buruk karena kekurangan protein (disebut kwashiorkor), karena kekurangan karbohidrat atau kalori (disebut marasmus), dan kekurangan kedua-duanya. Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun (Nency, 2005).
Gizi buruk merupakan kurang gizi tingkat berat akibat rendahnya konsumsi energi dan protein dari makanan sehari-hari yang terjadi dalam waktu yang cukup lama (Sandjaja et al., 2010). Gizi buruk ini biasanya terjadi pada anak balita (bawah lima tahun) dan ditampakkan oleh membusungnya perut (busung lapar). Gizi buruk dapat berpengaruh kepada pertumbuhan dan perkembangan anak, juga kecerdasan anak. Pada tingkat yang lebih parah, jika dikombinasikan dengan perawatan yang buruk, sanitasi yang buruk, dan munculnya penyakit lain, gizi buruk dapat menyebabkan kematian.
b.      Gejala Gizi Buruk
Tanda dan gejala dari gizi buruk tergantung dari jenis nutrisi yang mengalami defisiensi. Gizi buruk dapat mempengaruhi kesehatan tubuh baik fisik dan mental, semakin berat kondisi gizi buruk yang diderita (semakin banyak nutrisi yang kurang) akan memperbesar resiko terjadinya masalah kesehatan secara fisik. Pada gizi buruk yang berat dapat terjadi seperti kasus marasmus (lemah otot) akibat defisiensi protein dan energi, kretinisme dan kerusakan otak akibat defisiensi yodium, kebutuhan dan resiko terkena panyakit yang meningkat akibat defisiensi vitamin A sulit untuk berkonsentrasi akibat defisiensi zat besi. Walaupun demikian, gejala umum dari gizi buruk adalah:
1.      Kelelahan dan kekurangan energy
2.      Pusing
3.      Sistem kekebalan tubuh yang rendah (yang mengakibatkan tubuh kesulitan untuk melawan infeksi)
4.      Kulit yang kering dan bersisik
5.      Gusi bengkak dan berdarah
6.      Gigi yang membusuk
7.      Sulit untuk berkonsentrasi dan mempunyai reaksi yang lambat
8.      Berat badan kurang
9.      Pertumbuhan yang lambat
10.  Kelemahan pada otot
11.  Perut kembung
12.  Tulang yang mudah patah
13.  Terdapat masalah pada fungsi organ tubuh

c.       Penyebab Gizi Buruk
Banyak faktor yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk. Menurut UNICEF ada dua penyebab langsung terjadinya gizi buruk, yaitu :
1.      Kurangnya asupan gizi dari makanan. Hal ini disebabkan terbatasnya jumlah makanan yang dikonsumsi atau makanannya tidak memenuhi unsur gizi yang dibutuhkan karena alasan sosial dan ekonomi yaitu kemiskinan.
2.      Akibat terjadinya penyakit yang mengakibatkan infeksi. Hal ini disebabkan oleh rusaknya beberapa fungsi organ tubuh sehingga tidak bisa menyerap zat-zat makanan secara baik.
Faktor lain yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk yaitu: faktor ketersediaan pangan yang bergizi dan terjangkau oleh masyarakat, perilaku dan budaya dalam pengolahan pangan dan pengasuhan asuh anak, pengelolaan yang buruk dan perawatan kesehatan yang tidak memadai.
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), ada 3 faktor penyebab gizi buruk pada balita, yaitu keluarga miskin, ketidaktahuan orang tua atas pemberian gizi yang baik bagi anak, faktor penyakit bawaan pada anak, seperti: jantung, TBC, HIV/AIDS, saluran pernapasan dan diare.
d.      Penanganan Gizi Buruk
Untuk diagnosa terjadinya gizi buruk, dokter biasanya akan melakukan pemeriksaan:
1.      Memeriksa tinggi dan berat badan pasien untuk menentukan BMI (Body Mass Index)
2.      Melakukan pemeriksaan darah untuk melihat ketidaknormalan
3.      Melakukan pemeriksaan X-Ray untuk memeriksa apakah ada kelainan pada tulang dan organ tubuh lain
4.      Memeriksa penyakit atau kondisi lain yang dapat menyebabkan terjadinya gizi buruk
5.      Untuk penanganan gizi buruk, dokter atau ahli gizi biasanya akan mengusulkan untuk pengaturan pola makan, termasuk jenis dan jumlah makanan. Bila diperlukan dapat juga diberikan suplemen atau vitamin untuk membantu memenuhi kebutuhan vitamin yang kurang tersebut. Apabila penyebab gizi buruk karena penyakit atau kondisi medis tertentu maka, terapi lain disarankan untuk menanganinya.

e.       Pencegahan Gizi Buruk
Beberapa cara untuk mencegah terjadinya gizi buruk pada anak, yaitu:
1.      Memberikan ASI eksklusif (hanya ASI) sampai anak berumur 6 bulan. Setelah itu, anak mulai dikenalkan dengan makanan tambahan sebagai pendamping ASI yang sesuai dengan tingkatan umur, lalu disapih setelah berumur 2 tahun.
2.      Anak diberi makanan yang bervariasi, seimbang antara kandungan protein, lemak, vitamin dan mineralnya. Perbandingan komposisinya untuk lemak minimal 10% dari total kalori yang dibutuhkan, sementara protein 12% dan sisanya karbohidrat.
3.      Rajin menimbang dan mengukur tinggi anak dengan mengikuti program posyandu. Cermati apakah pertumbuhan anak sesuai dengan standar di atas. Jika tidak sesuai, segera konsultasikan hal itu ke dokter.
4.      Jika anak dirawat di rumah sakit karena gizinya buruk, bisa ditanyakan kepada petugas pola dan jenis makanan yang harus diberikan setelah pulang dari rumah sakit.
5.      Jika anak menderita kekurangan gizi, maka segera berikan kalori yang tinggi dalam bentuk karbohidrat, lemak, dan gula. Sedangkan untuk proteinnya bisa diberikan setelah sumber-sumber kalori lainnya sudah terlihat mampu meningkatkan energi anak. Berikan pula suplemen mineral dan vitamin penting lainnya. Penanganan dini sering kali membuahkan hasil yang baik. Pada kondisi yang sudah berat, terapi bisa dilakukan dengan meningkatkan kondisi kesehatan secara umum. Namun, biasanya akan meninggalkan sisa gejala kelainan fisik yang permanen dan akan muncul masalah intelegensia di kemudian hari.

f.       Faktor-faktor yang Mempengaruhi Gizi Buruk pada Balita
a)        Pengetahuan
1.  Tingkat pengetahuan gizi ibu
Tingkat pengetahuan gizi ibu yang baik dan dilakukan secara terus menerus dapat mengatasi kesalahpahaman yang terjadi tentang pantangan konsumsi makanan tertentu menurut adat atau kebiasaan yang merupakan tradisi turun temurun. Pantangan untuk menggunakan bahan makanan tertentu yang sudah turun temurun dapat mempengaruhi KEP (Pudjiadi, 2001). Menurut Notoatmodjo (2003), menyatakan bahwa terdapat tiga tahapan perilaku yaitu tahu, sikap, dan perilaku itu sendiri. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Perasangka buruk terhadap bahan makanan tertentu. Banyak bahan makanan yang sesesungguhnya bernilai gizi tinggi tetapi tidak digunakan atau hanya digunakan secara terbatas akibat adanya prasangka yang tidak baik terhadap bahan makanan itu. Penggunaan bahan makanan itu dianggap dapat menurunkan harkat keluarga. Jenis sayuran seperti genjer, daun turi, bahkan daun ubu kayu yang kaya akan zat besi, vitamin A dan protein dibeberapa daerah masih dianggap sebagai makanan yang dapat menurunkan harkat keluarga.
2.      Ketidaktahuan akan hubungan makanan dan kesehatan
Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari sering terlihat keluarga yang sungguh berpenghasilan cukup akan tetapi makanan yang dihidangkan seadanya saja. Dengan demikian, kejadian gangguan gizi tidak hanya ditemukan pada keluarga yang berpenghasilan kurang akan tetapi juga pada keluarga yang berpenghasilan relatif baik (cukup). Keadaan ini menunjukkan bahwa ketidaktahuan akan faedah makanan bagi kesehatan tubuh mempunyai sebab buruknya mutu gizi makanan kelurga, khusunya makanan anak balita. Meneurut Dr.Soegeng Santoso,M.pd, 1999, masalah gizi karena kurang pengetahuan dan keterampilan dibidang memasak menurunkan konsumsi anak, keragaman bahan dan keragaman jenis masakan yang mempengaruhi kejiwaan misalnya kebosanan.
b)        Faktor Sosial Ekonomi
1.    Jumlah Anggota Keluarga
Banyaknya anggota keluarga akan mempengaruhi konsumsi pangan. Menurut Suhardjo (dalam Wahid, 2007) mengatakan bahwa hubungan sangat nyata antara besar keluarga dan kurang gizi pada masing-masing keluarga. Jumlah anggota keluarga yang semakin besar tanpa diimbangi dengan meningkatnya pendapatan akan menyebabkan pendistribusian konsumsi pangan akan semakin tidak merata. Pangan yang tersedia untuk suatu keluarga besar mungkn hanya cukup untuk mencegah timbulnya gangguan gizi pada keluarga besar. Seperti juga yang dikemukakan Berg dan Sayogyo (1986), bahwa jumlah anak yang menderita kelaparan pada keluarga besar, empat kali lebih besar dibandingkan dengan keluarga kecil.
Anak-anak yang mengalami gizi kurang pada keluarga beranggota banyak, lima kali lebih besar dibandingkan dengan keluarga beranggota sedikit. Hal ini didukung oleh pendapat Apriadi (1986) bahwa semakin besar jumlah anggota keluarga maka pengeluaran untuk makan besar pula dan proporsi makan setiap individu keluarga akan berkurang sehingga mereka memperoleh makanan dengan kuantitas dan kualitas yang rendah. Hasil penelitian yang dilakukan Alam (2002), juga menyatakan bahwa anak dalam keluarga kecil memiliki pola dan tingkat konsumsi makanan yang lebih baik jika dibandingkan dengan anak dalam keluarga besar.
2.    Tingkat Pendidikan Ibu
Ibu merupakan pendidikan pertama dalam keluarga, untuk itu ibu perlu menguasai berbagai pengetahuan dan keterampilan. Pendidikan ibu disamping merupakan modal utama dalam menunjang perekonomian rumah tangga juga berperan dalam pola penyusunan makanan untuk rumah tangga. Sanjur (dalam Wahid, 2002) menyatakan bahwa tingkat pendidikan formal ibu rumah tangga berhubungan positif dengan perbaikan dalam pola konsumsi pangan keluarga dan pola pemberian makanan pada bayi dan anak.
Tingkat pendidikan akan mempengaruhi konsumsi melalui pemilihan bahan pangan. Orang yang berpendidikan lebih tinggi cenderung memilih makanan yang lebih baik dalam jumlah dan mutunya dibandingkan mereka yang berpendidikan lebih rendah (Moehdji, 2002). Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Suryono dan Supardi (2004), yang menyebutkan bahwa faktor pendidikan ibu yang kurang dari SMA memiliki kemungkinan 1,3 kali lebih banyak terjadinya status gizi kurang pada anak batita dibandingkan ibu yang berpendidikan lebih dari SMA.
Menurut Nency dan Arifin (dalam Wahid, 2007) dari studi yang telah dilakukan, pola pengasuhan anak berpengaruh terhadap timbulnya gizi buruk. Anak yang diasuh ibunya sendiri dengan kasih sayang, apalagi ibunya berpendidikan, mengerti soal kecukupan gizi untuk anak meskipun dalam keadaan miskin ternyata anaknya lebih baik. Unsur pendidikan perempuan berpengaruh pada kualitas pengasuhan anak.
Kurangnya pendidikan dan pengetahuan tentang pola asuh anak dapat menyebabkan pola asuh anak yang tidak memadai sehingga mengakibatkan anak tidak suka makan atau tidak diberikan makanan seimbang dan juga dapat memudahkan terjadinya infeksi yang berakhir dengan kondisi KEP (Soekirman, 2000).
3.    Status Pekerjaan Ibu
Menurut Handayani (dalam Adhawiyah, 2005) seorang anak usia 0-5 tahun masih sangat tergantung dengan ibunya. Balita masih perlu bantuan dari orang tua untuk melakukan tugas pribadinya dan mereka akan belajar dari hal-hal yang dilakukan oleh orang-orang disekitarnya. Ibu yang bekerja akan mengurangi kuantitas untuk menemani anaknya dirumah. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sari (2005), menyatakan bahwa anak yang memiliki ibu tidak bekerja memiliki status gizi yang lebih baik dibandingkan anak balita yang memiliki ibu yang bekerja.
4.    Pendapatan Keluarga
Pendapatan keluarga adalah jumlah semua hasil perolehan yang didapat oleh anggota keluarga dalam bentuk uang sebagai hasil pekerjaannya. Menurut Sayogjo (dalam Wahid, 2007) menyatakan bahwa pendapatan keluarga meliputi penghasilan ditambah dengan hasil-hasil lain. Pendapatan keluarga mempunyai peranan penting terutama dalam memberikan efek terhadap taraf hidup mereka. Efek disini lebih berorientasi pada kesejahteraan dan kesehatan, dimana perbaikan pendapatan akan meningkatkan tingkat gizi masyarakat. Pendapatan akan menentukan daya beli terhadap pangan dan fasilitas lain (pendidikan, perumahan, kesehatan) yang dapat mempengaruhi status gizi.
Hal itu karena tingkat pendapatan merupakan faktor yang menentukan kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi. Sejak lama telah disepakati bahwa pendapatan merupakan hal utama yang berpengaruh terhadap kualitas menu. Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa antara pendapatan dan gizi, jelas ada hubungan yang menguntungkan.
c)        Penyakit
Penyakit dapat menyebabkan anak tidak merasa lapar dan tidak mau makan. Penyakit ini juga menghabiskan sejumlah protein dan kalori yang seharusnya dipakai untuk pertumbuhan. Diare dan muntah dapat menghalangi penyerapan makanan. Penyakit-penyakit umum yang memperburuk keadaan gizi adalah diare, infeksi saluran pernapasan atas, tuberculosis, campak, batuk rejan, malaria kronis, cacingan. (Dr. Harsono:1999)
d)       Perilaku
Menurut Satoto (1990), peranan sosial ekonomi keluarga ternyata tidak konsisten sebagai determinan pertumbuhan dan perkembangan anak, karena yang penting bukan keadaan sosial ekonomi itu sendiri, melainkan bagaimana interaksi antara ibu dan anak serta lingkungan dalam mempengaruhi pertumbuhan anak. Berdasarkan penelitian LIPI (1990), anak-anak yang selalu mendapat tanggapan, respond dan pujian dari ibunya menunjukkan keadaan gizi yang lebih baik. Jadi, perilaku orang tua terutama ibu yang memperhatikan anaknya (tidak acuh tak acuh) akan berpengaruh terhadap status gizi anak. Perilaku orang tua berhubungan dengan pola asuh terhadap anaknya. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Bibi (2001) dalam Made Amin et al. (2004) bahwa dengan adanya pola asuh yang baik utamanya asuhan gizi maka status gizi akan semakin baik.
Anak membutuhkan sentuhan ibunya secara merasa dilindungi, Karena pada dasarnya seorang anak sangat membutuhkan kehadiran ibu yang merupakan nuansa yang sulit dapat digantikan orang lain (Utoyo, 2000). Menurut Pattinama (2000), seorang ibu yang bekerja diluar rumah mempunyai kesulitan dalam memenuhi kebutuhan anak, baik fisik maupun psikis, terutama kebutuhan akan perawatan yang baik, rangsangan yang memadai sehingga anak memperoleh asupan gizi yang seimbang. Sebenarnya hal ini dapat teratasi jika ibu dapat melakukan hal sederhana yang dapat menyenangkan anak, misalnya dengan meluangkan sedikit waktu bersama anak.
Pemasalahan yang sering timbul pada anak dengan gizi kurang pada keluarga sejahtera sebenarnya disebabkan karena anak tersebut selalu menolak makanannya. Kadang-kadang anak menolak maka karena ibunya memberi terlalu banyak perhatian. Anak senang mendapat perhatian sehingga cepat mengetahui bahwa untuk memperolehnya ia menolak makan. Jika dalam keadaan ini anak kemudian dipaksa makan maka akan menimbulkan emosi padanya. Emosi dapat menurunkan produksi cairan lambung hingga menghambat fungsi pencernaannya (Solihin, 1990).
Penolakan makan pada anak kadang juga terjadi karena taste/rasa makanan yang diberikan tidak disukai anak. Namun hal ini tidak disadari oleh para ibu karena menganggap makanan yang diberikan sudah sesuai dengan kondisi anak. Hal ini terutama terjadi pada makanan yang berasal dari produk pabrik. Seharusnya sebelum makanan diberikan pada anak, setidaknya ibu mencicipi makanan tersebut untuk mengetahui taste yang paling disukai anak. Secara psikologis ibu sering kali terpengaruh oleh tekstur makanan yang berbentuk halus sehingga enggan untuk mencicipi (Pattinama, 2000).

B.     Penyakit Menurut Gordon
1.      Unsur Host
Faktor yang terdapat pada diri manusia yang dapat mempengaruhi timbulnya penyakit :
a.    Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gizi pada balita.
b.    Daya tahan tubuh yang tidak stabil menyebabkan anak mudah terkena penyakit. 
c.    Ketidakcukupan zat gizi dalam tubuh maka simpanan zat gizi akan berkurang dan lama kelamaan menjadi habis sehingga menyebabkan terjadinya gizi buruk.
d.   Perilaku masyarakat terutama orang tua yang membiarkan anaknya tidak makan jika sudah dibujuk tetapi tetap tidak mau serta tidak adanya pengaturan menu serta tidak adanya variasi warna dan potongan makanan akan membuat anak jarang makan karena malas dan jika hal ini dibiarkan akan membuat gizi anak kurang tercukupi.
Balita merupakan kelompok usia rawan terhadap masalah gizi dan imunitasnya masih rendah sehingga memungkinkan lebih mudah terkena penyakit. Sakit yang dialami dapat menghabiskan sejumlah protein dan kalori yang seharusnya dipakai untuk pertumbuhan.
2.      Unsur Agent
Unsur organisme hidup akan kuman yang menyebabkan penyakit :
a.       Nutrisi
Anak yang kebutuhan nutrisinya tidak tercukupi lebih mudah terkena penyakit dan lebih mudah terkena kurang gizi.
b.      ASI
ASI mengandung antibodi yang dapat melindungi dari serangan penyakit sehingga anak yang mendapat ASI tidak mudah terkena penyakit dan terhindar dari masalah kurang gizi.
c.       Penyuluhan tentang gizi pada balita dari tenaga kesehatan kurang efektif
  
3.      Unsur lingkungan
Lingkungan adalah semua faktor luar dari suatu individu. Di desa Karangrejo lor meskipun tanahnya tandus karena sedang musim kemarau tapi tetap ditanami tanaman palawija dan masyarakatnya juga sudah ada yang memanfaatkan pekarangannya untuk menanam sayuran dan TOGA. Sehingga lingkungan tidak begitu berpengaruh terhadap kejadian gizi buruk.

C.    Penyakit Menurut Hl. Blum
a.       Faktor Lingkungan
Lingkungan adalah semua faktor luar dari suatu individu. Di desa Karangrejo lor meskipun tanahnya tandus karena sedang musim kemarau tapi tetap ditanami tanaman palawija dan masyarakatnya juga sudah ada yang memanfaatkan pekarangannya untuk menanam sayuran dan TOGA. Sehingga lingkungan tidak begitu berpengaruh terhadap kejadian gizi buruk.
b.      Perilaku Masyarakat
Perilaku masyarakat terutama orang tua yang membiarkan anaknya tidak makan jika sudah dibujuk tetapi tetap tidak mau serta tidak adanya pengaturan menu serta tidak adanya variasi warna dan potongan makanan akan membuat anak jarang makan karena malas dan jika hal ini dibiarkan akan membuat gizi anak kurang tercukupi.
c.       Genetik
Gizi buruk tidak disebabkan karena faktor keturunan atau gen yang di bawa dari orang tuanya.
d.      Faktor Pelayanan Kesehatan
Ruang lingkup pelayanan kesehatan masyarakat menyangkut kepentingan orang banyak, maka peran pemerintah dalam pelayanan kesehatan masyarakat mempunyai porsi yang besar, maka potensi masyarakat perlu digali.
Di Desa Karangrejo Lor pelayanan kesehatan sudah terlaksana dengan baik, setiap tanggal 14 selalu diadakan kegiatan di Posyandu dan sudah ada poliklinik dan bidan desa serta kader-kader yang aktif. Hanya saja penyuluhan tentang gizi pada balita kurang efektif.
 
BAB III
ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

A.    Analisa Data
1.      Data Umum
Desa Karangrejo Lor terletak di Kecamatan Jakenan, Kabupaten Pati, dengan luas 203,691 Ha. Jarak tempuh dari desa ke kecamatan ± 3,5 km, adapun jarak tempuh ke kota kabupaten ± 25 km. Sedangkan jarak tempuh ke kota kabupaten ± 30 menit.
Dari survey dan penelitian yang kami lakukan di Desa Karangrejo lor, kami mendapatkan data sebagai berikut:
a.       Data Demografi
1)      Umur Balita
Tabel 1
Umur balita
No.
Umur (bln)
Jumlah
%
L
P
1.
0-6
-
-
0
2.
7-12
-
-
0
3.
13-18
-
-
0
4.
19-24
-
-
0
5.
25-30
3
1
20
6.
31-36
3
2
25
7.
37-42
1
1
10
8.
43-48
2
2
20
9.
49-54
1
3
20
10.
55-60
1
-
5

Jumlah
11
9
100






2)      Pendidikan Orang Tua
Grafik 1
Distribusi penduduk menurut tingkat pendidikan

Tabel 2
Distribusi penduduk menurut tingkat pendidikan

No.
Pendidikan
Jumlah
%
1.
Tidak sekolah
-
0
2.
Tamat SD
2
10
3.
Tamat SMP
6
30
4.
Tamat SMA
12
60
5.
Tamat PT
-
0

Jumlah
20
100

Rata-rata responden berpendidikan SMA. Hal ini dapat dilihat dari hasil survey menunjukkan bahwa 60% responden berpendidikan SMA.




3)      Pekerjaan orang tua
Grafik 2
Distribusi penduduk menurut pekerjaan
Tabel 3
Distribusi penduduk menurut pekerjaan

No.
Pekerjaan
Jumlah
%
1.
Petani
7
35
2.
Pedagang
1
5
3.
Buruh
3
15
4.
Mekanik
2
10
5.
Wiraswasta
6
30
6.
Tidak bekerja
1
5

Jumlah
20
100

Rata-rata responden bekerja sebagai petani. Hal ini dapat dilihat dari hasil survey menunjukkan bahwa 35% responden bekerja sebagai petani.
b.      Sarana Prasarana
Jumlah posyandu : 2
Jumlah PKD : 1
Jumlah Tenaga kesehatan: 2 perawat, dan 2 bidan
c.       Data lingkungan
Luas Desa Karangrejo Lor yaitu 203,691 Ha, dengan jumlah penduduk 1292 orang yang terdiri dari 636 penduduk laki-laki, dan 658 penduduk perempuan. Di Desa karengrejo Lor terdapat 1 masjid dan 12 mushola. Di desa Karangrejo lor meskipun tanahnya tandus karena sedang musim kemarau tapi tetap ditanami tanaman palawija dan masyarakatnya juga sudah ada yang memanfaatkan pekarangannya untuk menanam sayuran dan TOGA.

2.      Data Khusus
a.       Pengetahuan
Diagram pengetahuan responden

Tabel 4
Hasil penelitian dari 20 responden didapat:

No.
Kategori
Jumlah
%
1.
Baik
13
65
2.
Sedang
7
35
3.
Buruk
-
0

Jumlah
20
100

Rata-rata responden memiliki pengetahuan yang baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian menunjukkan bahwa 65% responden memiliki pengetahuan yang baik. Sedangkan dari hasil wawancara, rata-rata responden mengetahui gizi yang baik itu terdiri dari nasi, lauk pauk, dan sayur.
b.      Perilaku
Diagram perilaku responden

Tabel 5
Hasil penelitian dari 20 responden didapat:

No.
Kategori
Jumlah
%
1.
Baik
12
60
2.
Sedang
8
40
3.
Buruk
-
0

Jumlah
20
100

Rata-rataresponden memiliki perilaku yang baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian menunjukkan bahwa 60% responden memiliki perilaku yang baik. Sedangkan dari hasil wawancara, rata-rata responden akan membujuk anaknya jika tidak mau makan.









c.       Penyakit
Diagram penyakit responden
Tabel 6
Hasil penelitian dari 20 responden didapat:

No.
Kategori
Jumlah
%
1.
Baik
15
75
2.
Sedang
4
20
3.
Buruk
1
5

Jumlah
20
100

Rata-rata anak dari responden berada dalam kondisi yang baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian menunjukkan bahwa 75% berada pada kondisi baik. Sedangkan dari hasil wawancara rata-rata penyakit yang sering diderita balita adalah ISPA, penyakit syaraf, dan batuk.










d.      Ekonomi
Diagram ekonomi responden

Tabel 7
Hasil penelitian dari 20 responden didapat:

No.
Kategori
Jumlah
%
1.
Baik
2
10
2.
Sedang
15
75
3.
Buruk
3
15

Jumlah
20
100

Rata-rata responden berada pada tingkat ekonomi yang sedang. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian menunjukkan bahwa 75% responden berada pada tingkat ekonomi sedang. Sedangkan dari hasil wawancara rata-rata responden bekerja sebagai petani.
3.      Distribusi
a.       Person
1.      Faktor biologi yaitu balita merupakan kelompok usia rawan terhadap masalah gizi dan imunitasnya masih rendah sehingga memungkinkan lebih mudah terkena penyakit. Sakit yang dialami dapat menghabiskan sejumlah protein dan kalori yang seharusnya dipakai untuk pertumbuhan.
2.      Faktor perilaku yaitu perilaku masyarakat terutama orang tua yang membiarkan anaknya tidak makan jika sudah dibujuk tetapi tetap tidak mau serta tidak adanya pengaturan menu serta tidak adanya variasi warna dan potongan makanan akan membuat anak jarang makan karena malas dan jika hal ini dibiarkan akan membuat gizi anak kurang tercukupi.
3.      Faktor ekonomi yaitu beberapa orang tua dari balita penderita gizi buruk berasal dari keluarga yang kurang mampu dan keluarga yang biasa-biasa saja. Padahal penghasilan keluarga turut menentukan mutu makanan yang disajikan. Tidak dapat dipungkiri bahwa pendapatan keluarga akan turut menentukan hidangan yang disajikan untuk keluarga sehari-hari, baik kualitas maupun jumlah makanan. Beberapa orang tua dari penderita gizi buruk hanya bekerja sebagai petani dan penghasilannya tidak tentu.
b.      Time
Pada bulan Januari-Agustus 2014 ditemukan kasus gizi buruk pada balita di Desa Karangrejo Lor, Kecamatan Jakenan, Kabupaten Pati sebanyak 6 balita. Jika hal ini dibiarkan terus-menerus, jumlah balita yang menderita gizi buruk akan bertambah.
c.       Place
Tempat tinggal balita penderita gizi buruk di desa Karangrejo Lor merupakan daerah yang tandus karena sedang musim kemarau tapi tetap ditanami tanaman palawija dan masyarakatnya juga sudah ada yang memanfaatkan pekarangannya untuk menanam sayuran dan TOGA. Selain itu di Desa Karangrejo Lor, lingkungannya cukup bersih.





B.     Pembahasan
Analisa pendekatan epidemiologi gizi buruk pada balita di Desa Karangrejo Lor, Kecamatan Jakenan, Kabupaten Pati.
1.      Penyebaran
a.       Time atau waktu
Kejadian gizi buruk di Desa Karangrejo Lor tidak dipengaruhi oleh waktu. Karena gizi buruk dapat terjadi kapan saja dan tidak dipengaruhi oleh waktu.
b.      Place atau tempat
Tempat atau lingkungan rumah yang tidak sehat akan menyebabkan mudah terkena penyakit, penyakit dapat memperburuk keadaan gizi balita. Namun, kejadian Gizi buruk di Desa Karangrejo Lor tidak dipengaruhi oleh tempat karena lingkungan di desa Karangrejo Lor sudah cukup bersih. Rata-rata masyarakat disana sudah menjaga kebersihan lingkungan.
c.       Man atau orang
Kejadian gizi buruk didesa Karangrejo Lor dipengaruhi oleh karakteristik orang. Perilaku masyarakat terutama orang tua yang membiarkan anaknya tidak makan jika sudah dibujuk tetapi tetap tidak mau dan tidak adanya pengaturan menu serta tidak adanya variasi warna dan potongan makanan akan membuat anak jarang makan karena malas dan jika hal ini dibiarkan akan membuat gizi anak kurang tercukupi.
2.      Pengetahuan
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata responden memiliki pengetahuan yang baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian menunjukkan bahwa 65% responden memiliki pengetahuan yang baik. Sedangkan dari hasil wawancara, rata-rata responden mengetahui gizi yang baik itu terdiri dari nasi, lauk pauk, dan sayur.
Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari sering terlihat keluarga yang sungguh berpenghasilan cukup akan tetapi makanan yang dihidangkan seadanya saja. Dengan demikian, kejadian gangguan gizi tidak hanya ditemukan pada keluarga yang berpenghasilan kurang akan tetapi juga pada keluarga yang berpenghasilan relatif baik (cukup). Keadaan ini menunjukkan bahwa ketidaktahuan akan faedah makanan bagi kesehatan tubuh mempunyai sebab buruknya mutu gizi makanan kelurga, khususnya makanan anak balita. Menurut Dr.Soegeng Santoso,M.pd, 1999, masalah gizi karena kurang pengetahuan dan keterampilan dibidang memasak menurunkan konsumsi anak, keragaman bahan dan keragaman jenis masakan yang mempengaruhi kejiwaan misalnya kebosanan.
Dari uraian tersebut, maka pengetahuan orang tua tentang giziakan berpengaruh terhadap gizi pada balita. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa pengetahuan orang tua tentang gizi pada balita berpengaruh terhadap kejadian gizi buruk pada balita.
3.      Perilaku
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata responden memiliki perilaku yang baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian menunjukkan bahwa 60% responden memiliki perilaku yang baik. Sedangkan dari hasil wawancara, rata-rata responden akan membujuk anaknya jika tidak mau makan.
Perilaku orang tua berhubungan dengan pola asuh terhadap anaknya. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Bibi (2001) dalam Made Amin et al. (2004) bahwa dengan adanya pola asuh yang baik utamanya asuhan gizi maka status gizi akan semakin baikterutama perilaku orangtua dalam pengaturan dan penyajian makanan.
Dari uraian diatas, maka perilaku orang tua terutama ibu yang memperhatikan anaknya (tidak acuh tak acuh) akan berpengaruh terhadap status gizi anak. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa perilaku orang tua berpengaruh terhadap kejadian gizi buruk pada balita.


4.      Penyakit
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata anak dari responden berada dalam kondisi yang baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian menunjukkan bahwa 75% berada pada kondisi baik. Sedangkan dari hasil wawancara rata-rata penyakit yang sering diderita balita adalah ISPA, penyakit syaraf, dan batuk.
Gizi buruk dapat berpengaruh kepada pertumbuhan dan perkembangan anak, juga kecerdasan anak. Pada tingkat yang lebih parah, jika dikombinasikan dengan perawatan yang buruk, sanitasi yang buruk, dan munculnya penyakit lain, gizi buruk dapat menyebabkan kematian.
Penyakit-penyakit umum yang memperburuk keadaan gizi adalah diare, infeksi saluran pernapasan atas, tuberculosis, campak, batuk rejan, malaria kronis, cacingan. (Dr. Harsono:1999).
Penyakit dapat menyebabkan anak tidak merasa lapar dan tidak mau makan. Penyakit ini juga menghabiskan sejumlah protein dan kalori yang seharusnya dipakai untuk pertumbuhan. Diare dan muntah dapat menghalangi penyerapan makanan. Jika hal ini dibiarkan terus-menerus, maka penyakit akan membuat balita kekurangan gizi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penyakit berpengaruh terhadap kejadian gizi buruk pada balita.
5.      Ekonomi
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata responden berada pada tingkat ekonomi yang sedang. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian menunjukkan bahwa 75% responden berada pada tingkat ekonomi sedang. Sedangkan dari hasil wawancara rata-rata responden bekerja sebagai petani.
Pendapatan akan menentukan daya beli terhadap pangan dan fasilitas lain (pendidikan, perumahan, kesehatan) yang dapat mempengaruhi status gizi. Hal itu karena tingkat pendapatan merupakan faktor yang menentukan kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi. Sejak lama telah disepakati bahwa pendapatan merupakan hal utama yang berpengaruh terhadap kualitas menu.
Maka dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa antara pendapatan dan gizi, jelas ada hubungan yang menguntungkan. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa kejadian buruk juga dipengaruhi oleh faktor ekonomi.
6.      Determinan
Beberapa faktor terjadinya gizi buruk menurut L. Green:
a.       Faktor predisposisi
Faktor yang dapat menyebabkan gizi buruk di Desa Karangrejo Lor karena kurangnya pengetahuan tentang gizi pada balita. Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari sering terlihat keluarga yang berpenghasilan cukup akan tetapi makanan yang dihidangkan seadanya saja.
b.      Faktor pemungkin
Faktor pemungkin atau penduduk dari perilaku adalah:
1.)    Fasilitas Kesehatan
Di Desa Karangrejo Lor pelayanan kesehatan sudah terlaksana dengan baik, setiap tanggal 14 selalu diadakan kegiatan di Posyandu dan sudah ada poliklinik dan bidan desa serta kader-kader yang aktif. Hanya saja penyuluhan tentang gizi pada balita kurang efektif.
2.)    Sosial ekonomi
Tingkat sosial ekonomi masyarakat di Desa Karangrejo Lor berada dalam tingkat menengah kebawah, sehingga cukup mempengaruhi perilaku masyarakatnya dalam pemberian nutrisi yang baik bagi balitanya. Faktanya pada pemberian makanan, masyarakat biasanya memberikan nutrisi yang dirasa belum cukup. Menu yang dikonsumsi biasanya terdiri dari nasi, lauk, dan sayur. Untuk buah-buahan yang banyak mengandung vitamin mereka jarang diberikan. Bisa dikatakan, jika tingkat sosial ekonomi rendah, pemenuhan gizi seimbang pada balita belum terpenuhi, sedangkan gizi yang baik mempengaruhi derajat kesehatan seseorang. Apalagi pada balita, balita termasuk golongan yang rentan penyakit karena daya tahan tubuh yang belum terlalu kuat.



















BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Setelah dilakukan survei gizi buruk pada balita di desa Karangrejo Lor, didapatkan hasil faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya gizi buruk pada balita yaitu:
1.      Faktor pengetahuan orang tua tentang gizi pada balita, didapat hasil dari 20 responden yaitu rata-rata responden memiliki pengetahuan yang baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian menunjukkan bahwa 65% responden memiliki pengetahuan yang baik. Sedangkan dari hasil wawancara, rata-rata responden mengetahui gizi yang baik itu terdiri dari nasi, lauk pauk, dan sayur.
2.      Faktor perilaku orangtua dalam pengaturan dan penyajian makanan, didapat hasil dari 20 responden yaitu rata-rata responden memiliki perilaku yang baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian menunjukkan bahwa 60% responden memiliki perilaku yang baik. Sedangkan dari hasil wawancara, rata-rata responden akan membujuk anaknya jika tidak mau makan.
3.      Faktor penyakit yang dapat memperburuk keadaan gizi balita, didapat hasil dari 20 responden yaitu rata-rata anak dari responden berada dalam kondisi yang baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian menunjukkan bahwa 75% berada pada kondisi baik. Sedangkan dari hasil wawancara rata-rata penyakit yang sering diderita balita adalah ISPA, penyakit syaraf, dan batuk.
4.      Faktor ekonomi yangmenentukan daya beli terhadap pangan dan fasilitas lain (pendidikan, perumahan, kesehatan) yang dapat mempengaruhi status gizi, didapat hasil dari 20 responden yaitu rata-rata responden berada pada tingkat ekonomi yang sedang. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian menunjukkan bahwa 75% responden berada pada tingkat ekonomi sedang. Sedangkan dari hasil wawancara rata-rata responden bekerja sebagai petani.
5.      Faktor distribusi dari:
a.       Person : pengetahuan yang kurang tentang gizi pada balita, dan tidak adanya pengaturan menu, tidak adanya variasi warna dan potongan, dll.
b.      Waktu : gizi buruk dapat terjadi kapan saja, tapi biasanya paling banyak terjadi pada musim paceklik, dimana orang akan mangalami krisis dalam berbagai bidang kehidupan.
c.       Tempat : Lingkungan rumah yang tidak sehat akan menyebabkan mudah terkena penyakit, penyakit dapat memperburuk keadaan gizi balita.
6.    Mengetahui hasil penelitian pengetahuan, perilaku, kondisi kesehatan (penyakit), dan ekonomi masyarakat dalam batas yang baik tetapi masih terdapat kejadian gizi buruk di Desa Karangrejo Lor Kecamatan Jakenan Kabupaten Pati, maka dapat disimpulkan bahwa ada faktor lain yang belum teridentifikasi namun mempengaruhi gizi buruk.
B.     Saran
Gizi buruk dapat berpengaruh kepada pertumbuhan dan perkembangan anak, juga kecerdasan anak. Pada tingkat yang lebih parah, jika dikombinasikan dengan perawatan yang buruk, sanitasi yang buruk, dan munculnya penyakit lain, gizi buruk dapat menyebabkan kematian. Untuk mencegah gizi buruk pada balita, orang tua sebaiknya melakukan hal-hal berikut:
1.      Rajin menimbang dan mengukur tinggi anak dengan mengikuti program posyandu.
2.      Anak diberi makanan yang bervariasi, dan seimbang.
3.      Membuat pengaturan menu dan variasi bentuk, pengolahan dan penyajian makanan agar anak tidak merasa bosan.
4.      Jika anak dirawat di rumah sakit karena gizinya buruk, bisa ditanyakan kepada petugas pola dan jenis makanan yang harus diberikan setelah pulang dari rumah sakit.



















DAFTAR PUSTAKA

Achmad Djaeni. 2000. Ilmu Gizi Jilid I. Jakarta. Dian Rakyat.

Albiner Siagian. 2010. Epidemiologi Gizi. Jakarta: Erlangga.

Atikah dan Erna. 2010. Ilmu Gizi Untuk Keperawatan dan Gizi Kesehatan
Masyarakat. Yogjakarta: Nuha Medika.

Dyah Palupi, Retno. 2014. Analisis faktor-faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi Baik Dan Gizi Kurang Pada Balita di Desa Dukuh Waluh Kecamatan Kembaran Kabupaten Banyumas.
Fajar, Ibnu, dkk. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC.

Marimbi, Hanum. 2010. Tumbuh kembang, Status Gizi, dan Imunisasi Dasar Pada Balita. Yogyakarta: Nuha Medika.

Nurfiana, Nurlaela. 2013. Faktor – faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Gizi Buruk Pada Lingkungan Tahan Pangan Dan Gizi.



KUESIONER FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KEJADIAN GIZI BURUK PADA BALITA

Nama Balita        :
Umur Balita        :
Nama orang tua  :

A.      Faktor Pengetahuan
a.       Apa pendidikan terakhir ibu?
................................................................................................................
................................................................................................................
................................................................................................................
b.      Apakah ibu mengetahui gizi yang baik untuk balita itu seperti apa?
Nasi + lauk
Nasi + sayuran
Nasi + lauk pauk + sayur
Nasi +lauk pauk + sayur + buah

Pengetahuan
No.
Pernyataan
Ya
Tidak
1.
Balita 1-5 tahun makan-makanan utama sebanyak 3 kali sehari ditambah makanan selingan diantara setiap makanan utama.


2.
Makanan yang diberikan sebaiknya hanya sejenis dan tidak perlu beraneka ragam.


3.
Banyak memberi makanan ringan sebelum waktu makan itu baik untuk menambah nafsu makan anak.


4.
Anak usia 1-5 tahun mempunyai rasa ingin tahu yang kurang, untuk itu ibu tidak perlu memiliki keterampilan yang baik dalam mengolah makanan.


5.
Kurang gizi dapat mengakibatkan anak mudah terserang penyakit sehingga mengganggu pertumbuhannya.


6.
Makanan yang baik adalah makanan yang enak dan mengenyangkan.


7.
Bahan makanan seperti buah dan sayuran sebelum diolah/dimasak tidak perlu dicuci terlebih dahulu.


8.
Pada usia 0-6 bulan bayi hanya boleh diberi ASI (Air Susu Ibu) saja.


9.
ASI (Air Susu Ibu) sebaiknya diberi segera setelah lahir karena mengandung banyak zat gizi yang dibutuhkan bayi.


10.
Pada usia balita 6 bulan, makanan pendamping sangat penting bagi balita karena air susu ibu akan semakin berkurang.



B.       Faktor Perilaku
a.    Apa yang ibu lakukan jika anak ibu tidak mau makan?
................................................................................................................
................................................................................................................
................................................................................................................
b.    Dalam sehari berapa kali anak ibu makan?
Satu kali
Dua kali
Tiga kali
> Tiga kali
Perilaku
No.
Pertanyaan
Ya
Tidak
1.
Apakah setiap hari Ibu memasak dan menyiapkan makanan untuk anak?


2.
Apakah Ibu memenuhi permintaan anak balita Ibu untuk memasak makanan yang ingin anak makan?


3.
Apakah Ibu mempunyai pengaturan menu untuk makan sehari-hari agar anak tidak mengalami kebosanan?


4.
Apakah dalam menu yang ibu buat terdapat kombinasi rasa (asin, manis, dll)?


5.
Apakah dalam menu yang ibu buat terdapat kombinasi warna (merah, hijau, kuning, coklat, dll)?


6.
Apakah dalam menu yang ibu buat terdapat variasi bentuk potongan (persegi, panjang, tipis, bulat, bintang, dll)?


7.
Apakah dalam menu yang ibu buat terdapat variasi kering/berkuah?


8.
Apakah dalam menu yang ibu buat terdapat teknik pengolahan (digoreng, direbus, disetup, dll)?


9.
Apakah ibu memberikan suplemen tambahan?


10.
Apakah dalam penyajian makanan untuk balita anda menggunakan alat makan yang menarik dan disukai oleh anak Ibu?



C.      Faktor Penyakit
a.    Penyakit apa yang sering diderita anak ibu?
................................................................................................................      
................................................................................................................
................................................................................................................
b.    Berikut adalah penyakit yang menyebabkan gizi buruk, silahkan beri tanda centang (√) pada jenis penyakit yang diderita anak balita Ibu. Jawaban boleh lebih dari satu.
Tuberkulosa
Diare kronik
Cacingan yang bersifat kronis
HIV/AIDS
Tumor/keganasan
Lainnya………….

Penyakit
No.
Pertanyaan
Ya
Tidak
1.
Apakah anak ibu menderita penyakit tahunan/kronis?


2.
Dalam sebulan terakhir, apa anak ibu pernah sakit?


3.
Apakah anak ibu pernah mengalami BAB cair 3 kali atau lebih dalam sehari semalam (24 jam)?


4.
Apakah anak ibu sering demam?


5.
Apakah anak ibu sering batuk?


6.
Apakah ibu memberikan ASI pertama (kolostrum) kepada anak ibu?


7.
Apakah berat anak balita ibu saat lahir kurang dari 2500 gram?


8.
Apakah anak ibu sudah mendapat imunisasi lengkap?


9.
Apakah ibu sering membersihkan/memotong kuku anak?


10.
Apakah dirumah Ibu mempunyai ruangan makan keluarga untukmenyimpan makanan matang agar tetap bersih dan amandikonsumsi?



D.      Faktor Ekonomi
No.
Pertanyaan
Ya
Tidak
1.
Apakah suami ibu bekerja?


2.
Apakah ibu juga bekerja?


3.
Apakah jumlah anak ibu > dua?


4.
Apakah anak ibu makan 3x sehari?



a.       Apa pekerjaan suami ibu?
................................................................................................................
................................................................................................................
................................................................................................................
b.    Berapa pendapatan keluarga ibu per bulan?
      ≤ Rp 500.000
      500.000-1000.000
      ≥ Rp 1000.000



 
 

No comments:

Post a Comment